Beragamnya pernyataan dari Pemerintah Kota, DPRD Kota, DPRD Provinsi, hingga Gubernur Jambi. Kami menilai bahwa pernyataan-pernyataan tersebut tidak menjawab akar persoalan dan pernyataannya seolah – oleh pembenaran terhadap praktik penyelundupan hukum dalam pengelolaan tata ruang kota.
Hal itu bukan tanpa alasan Perubahan RTRW 2024 – 2044 Melalui Perda RTRW No.05 tahun 2024 yang telah di sahkan oleh Pemerintah Kota dan DPRD Kota dalam hal ketentuan khusus ruang bagi kegiatan pertambangan batubara, patut dicurigai sebagai bentuk penyelundupan hukum.
Upaya memaksakan Wilayah Kesatuan Perlindungan Setempat (KPS) menjadi wilayah tambang dengan menggunakan skema “ketentuan khusus” merupakan pelecehan terhadap prinsip perlindungan ruang hidup rakyat dan ekosistem. RTRW tidak boleh dikorbankan demi kepentingan investasi jangka pendek.
Kami menantang Pemerintah Kota dan DPRD Kota Jambi untuk membuktikan keberpihakan pada rakyat, tidak hanya melalui pernyataan, tetapi melalui tindakan nyata dengan mencabut izin kesesuaian tata ruang yang telah dikeluarkan terhadap PT. SAS. Selama izin ini tidak dicabut, maka keberadaan stockpile batubara tersebut tetap legal secara administratif meskipun bermasalah secara ekologis dan sosial.
Kami sangat menyayangkan Pernyataan DPRD Provinsi Jambi Menyesatkan, justru memperkeruh suasana. Pernyataan yang cenderung membenturkan masyarakat dengan pihak perusahaan sama sekali tidak mencerminkan fungsi pengawasan dan representasi rakyat.
DPRD seharusnya menjadi pelindung keselamatan warga, bukan corong legalisasi investasi yang mengabaikan dampak sosial dan ekologis.
Begitu juga pernyataan Gubernur Jambi, yang sangat mengerikan Kesehatan dan keselamatan warga menjadi Ajang untuk coba2 demi melegalisasi Investasi kotor atas nama pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi Pernyataan Gubernur Jambi tidak mencerminkan sebagai seorang pemimpin Bantahan PT. SAS Menguatkan Dugaan Cacat Formil dalam Persetujuan Proses Amdal.
Pernyataan PT. SAS bahwa tidak ada rawa yang ditimbun dan bahwa warga tidak tahu mengenai aktivitas mereka justru memperkuat dugaan bahwa tidak ada sosialisasi yang layak kepada masyarakat terdampak. Ketidaktahuan warga bukan disebabkan oleh persoalan pergantian RT, melainkan karena sejak awal tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dan pembahasan dokumen Amdal. Hal ini menunjukkan bahwa proses Amdal yang dijalankan sangat mungkin cacat secara formil dan substantif.
Kami menegaskan bahwa polemik stockpile batubara PT. SAS bukan sekadar soal administratif atau pergantian RT. Ini adalah persoalan mendasar tentang bagaimana ruang hidup warga dan kelestarian lingkungan dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak.
Kami meminta:
1. Cabut izin kesesuaian tata ruang PT. SAS.
2. Hentikan praktek2 perubahan RTRW yang manipulatif.
3. Audit kembali proses Amdal dan partisipasi masyarakat.
4. Prioritaskan keselamatan rakyat dan keadilan ruang.
Pernyataan ini kami sampaikan sebagai bentuk sikap dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan hak warga untuk hidup di ruang yang sehat dan aman.