Jambi – Berkedok koperasi, namun beroperasi layaknya rentenir modern. Itulah sorotan utama terhadap Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sehati Makmur Abadi yang beroperasi di Provinsi Jambi. Di balik brosur-brosur manis yang tersebar di tengah masyarakat, tersimpan indikasi kuat bahwa entitas ini menjalankan praktik pembiayaan berbunga tinggi yang tidak hanya melanggar hukum, tapi juga mencederai semangat koperasi sejati.
Dalam selebaran promosi yang diterima redaksi Elang Nusantara, KSP Sehati Makmur Abadi menawarkan pinjaman mulai dari Rp1 juta hingga Rp6 juta dengan skema cicilan bulanan. Namun di balik angka-angka tersebut, terselip bunga yang mencekik. Untuk pinjaman Rp1,5 juta misalnya, cicilan ditetapkan sebesar Rp350 ribu per bulan selama 6 bulan—artinya total pembayaran mencapai Rp2,1 juta. Selisih Rp600 ribu itu mencerminkan bunga hingga 80% per tahun, jauh melampaui batas yang diizinkan oleh Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 8 Tahun 2023, yang menetapkan batas maksimal bunga pinjaman koperasi sebesar 24% per tahun.
Jerat Agunan dan Penarikan Sepihak
Tidak berhenti sampai di situ. Koperasi ini mensyaratkan agunan berupa BPKB kendaraan, serta dokumen pribadi lengkap seperti fotokopi KTP suami-istri, kartu keluarga, dan buku nikah. Dalam praktiknya, ketika debitur mengalami keterlambatan pembayaran, kendaraan langsung ditarik paksa di lapangan—tanpa proses pengadilan, tanpa mediasi, dan tanpa rasa keadilan.
Praktik penarikan sepihak semacam ini tidak hanya melanggar prinsip hukum perdata, tetapi berpotensi masuk dalam kategori tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 dan 372 KUHP—yakni perampasan hak milik dan penggelapan.
Penyamaran Bisnis, Bukan Koperasi
Seorang pengamat koperasi dan hukum bisnis yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa pola operasional seperti ini sudah melenceng jauh dari koridor hukum perkoperasian.
“Koperasi hanya boleh melayani anggota, bukan masyarakat umum. Kalau sasarannya orang luar dan operasinya menyerupai perusahaan leasing, itu bukan koperasi. Itu pembiayaan ilegal yang dibungkus dengan bendera koperasi,” tegasnya.
Data yang dihimpun Elang Nusantara juga belum menemukan bukti bahwa KSP Sehati Makmur Abadi menjalankan kewajiban dasar koperasi, seperti Rapat Anggota Tahunan (RAT), pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), atau transparansi terhadap hak dan kewajiban anggota.
Modus Lama, Wajah Baru
Model bisnis semacam ini bukan hal baru, tapi terus berevolusi dengan kemasan yang lebih rapi dan menyesatkan. Sasaran utamanya adalah masyarakat desa, para pelaku UMKM kecil, dan pekerja sektor informal yang kesulitan mengakses pembiayaan formal.
Koperasi yang semestinya menjadi sokoguru ekonomi kerakyatan justru berubah menjadi alat pemiskinan baru. Negara dan Dinas Koperasi harus bertindak. Jika pembiaran terus terjadi, maka yang dikhianati bukan hanya hukum, tetapi juga amanah konstitusi untuk melindungi rakyat dari penindasan ekonomi.