Merangin, 19 Juli 2025 – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali mencuat di Kabupaten Merangin, tepatnya di Desa Pulau Terbakar, Kecamatan Tabir Barat. Ironisnya, lokasi aktivitas ilegal ini berada tepat di pinggir jalan usaha tani desa—sebuah akses vital yang seharusnya dijaga untuk kepentingan publik dan keberlanjutan lingkungan. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan pembiaran yang patut dipertanyakan, bahkan oleh aparat penegak hukum sendiri.
Sejumlah warga yang ditemui tim investigasi di lokasi mengaku resah dengan keberadaan tambang ilegal tersebut. “Sudah lama kami lihat aktivitas itu. Tapi tidak ada tindakan tegas. Seolah dibiarkan. Polisi tahu, tapi diam saja,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Saat dikonfirmasi, Kapolsek Tabir Ulu, Ahmad Nata, beliau mengatakan “Waalaikumsalam bapak, Terima kasih informasinya bapak nanti kami akan koordinasi dengan pemerintahan desa terkaitinformasi tersebut” pungkasnya
Tak berhenti di situ, tim juga menelusuri pihak yang diduga menjadi aktor utama dalam operasi tambang ilegal tersebut. Berdasarkan informasi dari narasumber terpercaya, alat berat yang digunakan dalam kegiatan tambang dimiliki oleh seseorang berinisial HM, sedangkan pelaksana atau eksekutor lapangan disebut berinisial HN.
Aktivitas pertambangan emas tanpa izin jelas melanggar hukum dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang tak tergantikan. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi dari pemerintah (IUP/IUPK) dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Selain itu, aktivitas ini juga berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a disebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan/atau denda sesuai Pasal 98 sampai dengan Pasal 103 UU tersebut.
Risma Pasaribu SH Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang Nuansantara dan masyarakat sipil mendesak aparat kepolisian serta Pemerintah Kabupaten Merangin untuk tidak menutup mata atas kondisi yang terjadi secara terang-terangan ini. Pembiaran terhadap PETI tak hanya mencederai keadilan hukum, tetapi juga menjadi preseden buruk dalam upaya menjaga kelestarian sumber daya alam dan ruang hidup masyarakat lokal.
Aparat kepolisian harus segera bertindak, jika tidak ada tindakan, bukan tidak mungkin masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi penegak hukum itu sendiri.
Bersambung…