Mengungkap Mega Korupsi APBN Proyek Optimalisasi Lahan Pertanian Provinsi Jambi 2024
Jambi, 18 Mei 2025 – Proyek optimasi lahan pertanian yang seharusnya menjadi solusi peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani, kini berubah menjadi sorotan publik karena dugaan penyimpangan yang terstruktur dan sistematis. Investigasi yang dilakukan tim Elang mengungkap bahwa pelaksanaan proyek tahun 2024 di Provinsi Jambi mengandung banyak kejanggalan, terutama pada paket-paket kegiatan yang dikerjakan oleh pihak swasta melalui sistem kontraktual
Sementara itu, kegiatan serupa yang dilakukan oleh TNI dengan pola swakelola justru menunjukkan hasil yang lebih nyata, efisien, dan hemat anggaran. Perbandingan ini mengundang pertanyaan: benarkah proyek ini telah berubah menjadi ladang korupsi berjamaah?
Skema Ganda: Swakelola vs Kontrak
Proyek optimasi lahan tahun 2024 dijalankan melalui dua skema berbeda. Pertama, pola swakelola tipe I yang dilaksanakan langsung oleh TNI, tanpa pihak ketiga dan tanpa potongan biaya tambahan. Kedua, pola kontrak dengan perusahaan swasta melalui pengadaan sistem e-Katalog di bawah Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Jambi.
Perbedaan hasil antara dua pola ini sangat mencolok. Proyek TNI berjalan cepat, transparan, dan efisien—tanpa biaya “mengendap” atau markup anggaran. Sebaliknya, proyek yang digarap swasta ditemukan banyak ketidaksesuaian antara perencanaan dan realisasi.
Tiga Kabupaten, Puluhan Kejanggalan
Kegiatan optimasi lahan yang dipercayakan kepada pihak swasta tersebar di tiga wilayah: Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, dan Muaro Jambi, dengan luas pengerjaan lebih dari 5000 hektare.
Namun, berdasarkan hasil pantauan lapangan dan laporan warga, ditemukan indikasi kuat bahwa proyek tersebut tidak dijalankan sesuai spesifikasi teknis, di antaranya:
• Volume pekerjaan tidak sesuai kontrak
• Perubahan Rencana Anggaran Biaya (RAB) secara sepihak
• Pengalihan lokasi kerja tanpa dasar hukum
• Beberapa pekerjaan belum selesai meski masa kontrak telah habis
Yang mengejutkan, tim audit diketahui turun ke lokasi sebelum pekerjaan selesai sepenuhnya—sebuah prosedur yang menyalahi mekanisme pengawasan normal dan menimbulkan dugaan manipulasi laporan hasil kerja.
Respons Pejabat Teknis
Menanggapi dugaan ini, As’ad, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas TPHP Provinsi Jambi sekaligus wakil ketua tim teknis, enggan memberikan keterangan substansial.
“Saya bukan KPA, bukan PPK. Saya hanya wakil ketua tim teknis. Kewenangan saya terbatas. Kalau mau informasi lebih lengkap soal temuan di lapangan, silakan tanya ke Ketua Tim Teknis atau KPA,” ujar As’ad.
Untuk diketahui, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek ini dijabat oleh Ir. Rumusdar, Kepala Dinas TPHP Provinsi Jambi, dan Budi Nurahman dari bidang SDA PUPR Provinsi yang hingga berita ini diturunkan belum memberikan pernyataan resmi.
Proyek Rakyat, Tapi Dinikmati Elit?
Perbedaan hasil antara pola swakelola dan kontraktual menimbulkan kritik tajam dari masyarakat. Swakelola yang dilakukan TNI dinilai lebih konkret dan tepat guna, sedangkan proyek kontraktual oleh swasta penuh pemborosan dan rawan manipulasi.
Skema kontraktual yang melibatkan pihak ketiga dinilai membuka ruang besar bagi praktik rente, markup, hingga dugaan setoran proyek yang membengkakkan biaya tetapi mengurangi kualitas pekerjaan.
Desakan Audit dan Tindakan Tegas
Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi mendesak agar proyek optimasi lahan ini segera diaudit secara menyeluruh oleh BPK dan KPK, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan.
Pemerintah Provinsi Jambi juga didorong untuk:
• Mengevaluasi seluruh kontraktor yang terlibat, khususnya di proyek Optimasi lahan yang dikerjakan oleh pihak swasta.
• Memeriksa kembali kelayakan tender.
• Menindak seluruh pejabat yang terlibat jika terbukti lalai atau menyalahgunakan wewenang.
Catatan Kritis: Jangan Jadikan Proyek Nasional Sebagai Ajang Bancakan
Optimasi lahan adalah proyek vital untuk memperkuat ketahanan pangan dan menyokong kehidupan petani. Namun jika proyek ini justru dijadikan ajang “bagi-bagi kue”, maka negara tak hanya dirugikan secara finansial, tapi juga mengkhianati petani sebagai penerima manfaat utama.
Liga korupsi ini harus segera dibongkar. Jika dibiarkan, maka pola korupsi berjamaah ini akan menjadi budaya baru dalam pengelolaan proyek pertanian nasional di daerah.
Redaksi Elang Jambi
Untuk keterangan lebih lanjut, redaksi membuka ruang diskusi dan klarifikasi dari pihak terkait.
📧 redaksi@elangnusantara.com |
📞 0821-8519-7240