Jambi, 24 Juni 2025 — Konflik penguasaan sumber daya alam di sektor kehutanan terus menghantui masyarakat Jambi. Sengketa hak atas tanah antara masyarakat dan korporasi kehutanan, khususnya di wilayah konsesi PT. Wira Karya Sakti (WKS) — anak perusahaan APP Sinar Mas — hingga kini belum menemui jalan penyelesaian. Dalih-dalih legalitas terus dijadikan tameng perusahaan untuk melanggengkan perampasan ruang hidup rakyat.
Desa Lubuk Mandarsyah menjadi salah satu saksi nyata dari beban negara yang dipikul oleh rakyat kecil. Sejak kehadiran PT. WKS dengan izin konsesi tanaman industri, masyarakat setempat telah merasakan tekanan hebat. Tanah adat dan kebun yang menjadi sumber kehidupan mereka digusur secara paksa, intimidasi terus menghantui, dan suara protes mereka nyaris tak pernah digubris.
Meski masyarakat telah berulang kali melakukan pengaduan, aksi protes, hingga menempuh jalur negosiasi dengan perusahaan, hasil yang diperoleh tak pernah berpihak kepada keadilan. Sebaliknya, operasional perusahaan terus berjalan mulus. Pemanenan kayu tetap dilakukan tanpa jeda, seolah konflik yang sedang berlangsung hanyalah angin lalu.
Di tengah peliknya konflik ini, APP Sinar Mas justru tengah bersiap menjalankan FSC Remedy Framework, mekanisme pemulihan yang diatur oleh Forest Stewardship Council (FSC), yang mulai berlaku sejak Juli 2023. Kerangka ini diklaim menekankan pada pengelolaan hutan berkelanjutan dan perlindungan terhadap hak-hak sosial, ekonomi, serta hak asasi manusia.
Namun, bagi WALHI Jambi, langkah ini terlalu prematur. Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menegaskan bahwa FSC seharusnya menunda seluruh proses verifikasi dan pelaksanaan Remedy Framework terhadap APP Sinar Mas, sampai seluruh konflik dan pelanggaran yang terjadi di wilayah konsesi PT. WKS benar-benar diselesaikan dan hak-hak masyarakat terpenuhi.
“Selama ini PT. WKS telah melanggar prinsip-prinsip dasar FSC. Policy for Association (PfA) versi 2 maupun versi 3 secara tegas melarang pelanggaran terhadap hak tradisional dan hak asasi manusia. Kenyataannya, PT. WKS justru melanggengkan perampasan ruang hidup masyarakat,” tegas Oscar.
Lebih lanjut, Oscar menyoroti bahwa perusahaan juga telah mencederai nilai-nilai fundamental dalam kebijakan sosial dan sumber daya manusia FSC yang menuntut perusahaan:
1. Mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat lokal dan adat dengan prinsip keterbukaan, kesetaraan, dan keadilan.
2. Menyelesaikan konflik secara bertanggung jawab, tanpa kekerasan, dan melalui dialog yang sejajar.
Menurut WALHI Jambi, selama masih ada pelanggaran hak, konflik agraria, dan kerusakan ekologis yang diabaikan, maka tidak seharusnya APP Sinar Mas mendapat ruang untuk mencuci dosa melalui label keberlanjutan.
“Pelanggaran demi pelanggaran terus dilakukan. Tak terhitung kerusakan ekologis dan dirampasnya ruang hidup rakyat. Demi keberlanjutan yang sejati, FSC wajib menolak pengajuan Remedy Framework oleh APP Sinar Mas,” pungkas Oscar.