Muaro Jambi, 10 Juni 2025 – Dugaan kejahatan lingkungan kembali mencuat di Kabupaten Muaro Jambi. Tumpahan dan tumpukan limbah minyak hitam pekat ditemukan mencemari lahan sawit di wilayah Kumpeh Ulu, tak jauh dari area pengeboran minyak Pertamina, tepatnya di lahan yang disebut milik seseorang bernama Andre. Bau menyengat, genangan minyak, dan perubahan warna tanah serta air sekitar menimbulkan kekhawatiran serius akan dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan kesehatan warga.
Yang lebih mengkhawatirkan, lokasi pencemaran ini hanya berjarak beberapa kilometer dari kantor kepolisian setempat. Masyarakat pun mempertanyakan: Apakah selama ini aparat penegak hukum dan pemerintah daerah tidak mengetahui aktivitas ilegal ini? Atau sengaja membiarkannya?
“Kalau hujan turun deras, minyak ini akan meluap bersama air dan menyebar lebih jauh. Tanah jadi mati, tak bisa ditanami. Kalau terus begini, kami bukan hanya kehilangan lahan, tapi juga nyawa,” ucap salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Dari informasi yang dihimpun di lapangan, aktivitas pengolahan minyak ilegal diduga sudah berlangsung cukup lama di lokasi tersebut. Pemilik lahan, Andre, telah lama dikaitkan dengan kegiatan serupa. Namun, hingga kini belum ada langkah hukum atau penindakan yang jelas dari aparat.
Saat dihubungi pada 3 Juni 2025 lalu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Muaro Jambi hanya merespons singkat:
“Akan kita kroscek dan lakukan identifikasi aktivitas tersebut.”
Namun hingga hari ini, belum terlihat adanya langkah konkret atau kehadiran tim investigasi dari DLH.
Padahal, limbah minyak termasuk dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Dalam Pasal 3 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan yang aman. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dijerat pidana, bahkan ancaman penjara dan denda miliaran rupiah.
“DLH jangan cuma janji survei, kami butuh tindakan nyata. Kalau tidak, jangan salahkan warga kalau nanti turun langsung menghalau aktivitas ini. Kami lelah dibohongi,” ungkap warga lainnya.
Sebelumnya, awak media sempat menemui langsung Kepala DLH di kawasan Tugu Kris untuk menyampaikan temuan ini. Meski ada respons awal, namun nihilnya tindak lanjut memperkuat dugaan adanya pembiaran sistematis.
Masyarakat kini menunggu sikap tegas dari DLH, kepolisian, dan penegak hukum lainnya. Jika benar terbukti terjadi pencemaran dan aktivitas pengolahan minyak ilegal, aparat wajib menindak tegas sesuai hukum. Bukan hanya menutup lokasi, tapi juga menyeret pelaku ke pengadilan.
Karena jika hukum terus dibiarkan tumpul ke atas, maka bencana ekologis dan sosial tinggal menunggu waktu.
(A. Chaniago)