Jakarta – elangnusantara.com | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai bergerak menyusul laporan publik atas dugaan korupsi dalam dua proyek besar milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi: pembangunan Islamic Center Jambi dan Stadion Sepak Bola Pijoan.
Pada Rabu, 23 Juli 2025, sejumlah pejabat tinggi Pemprov Jambi dipanggil ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan. Mereka yang diperiksa antara lain Sekretaris Daerah (Sekda), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Kepala Bidang Cipta Karya, Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP), hingga pihak konsultan pengawas proyek.
Sejauh ini belum ada pernyataan resmi yang diberikan oleh para pihak yang dipanggil. Saat dihubungi, Sekda Jambi juga belum memberikan tanggapan. Namun, pemanggilan oleh KPK ini menguatkan dugaan publik bahwa terdapat penyimpangan serius dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek bernilai ratusan miliar rupiah tersebut.
Dugaan korupsi ini berangkat dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan laporan Inspektorat Provinsi Jambi. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, terungkap adanya kejanggalan sebesar Rp1,7 miliar pada proyek Islamic Center, serta Rp600 juta pada proyek Stadion Pijoan. Angka ini dinilai sebagai indikasi awal dari potensi kerugian negara yang lebih besar.
Lebih jauh, Inspektorat Jambi dalam laporannya tertanggal 1 November 2024 menyebutkan bahwa pelaksanaan proyek Islamic Center tidak memenuhi prinsip probity requirement—yakni prinsip integritas, etika, dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa.
“Belum mematuhi prosedur, prinsip, dan etika pengadaan barang/jasa,” demikian bunyi surat Inspektorat Provinsi Jambi, Nomor: 090/108/ST/ITPROV-2/XI/2024.
Penelusuran tim elangnusantara.com terhadap proses lelang proyek Islamic Center juga menemukan indikasi rekayasa. Proyek senilai hampir Rp150 miliar itu hanya diikuti oleh satu peserta lelang dari total 80 peserta terdaftar. Penawaran yang diajukan hanya berselisih 0,46 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Lebih mencurigakan lagi, dokumen penawaran dan HPS ditemukan dibuat oleh user yang sama, dengan nama pengguna “deal”, pada hari yang sama. Susunan format, rincian item, dan satuan harga pada kedua dokumen itu identik—seolah disalin langsung tanpa penyesuaian. Contohnya, item “railing tangga besi hollow 4×4 finishing cat hitam” ditetapkan dengan harga Rp650.000 per meter di kedua dokumen.
Saat dikonfirmasi, Pokja dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdalih tidak mengetahui kejanggalan ini. Sementara pihak konsultan pengawas memilih bungkam.
Pola manipulasi tender ini mirip dengan modus korupsi proyek infrastruktur Dinas PUPR Sumatera Utara, yang saat ini telah menyeret lima orang tersangka. Tender dilegalkan melalui sistem LPSE, padahal pemenang telah “diatur” sejak awal.
Gubernur Jambi, Al Haris, pada akhir 2024 lalu sempat menegaskan akan memberi waktu 60 hari kerjauntuk penyelesaian temuan BPK. Jika tidak ditindaklanjuti, maka ia membuka ruang bagi aparat penegak hukum untuk mengambil alih.
“Kalau enam puluh hari gak selesai, itu APH boleh masuk,” kata Gubernur Al Haris saat itu.
Kini, dengan pemeriksaan yang telah dilakukan KPK, masyarakat Jambi menaruh harapan agar penyelidikan ini benar-benar berjalan hingga tuntas. Jika semua dugaan terbukti, maka kasus Islamic Center dan Stadion Pijoan bisa menjadi skandal korupsi terbesar di Jambi dalam satu dekade terakhir.