Muaro Jambi, 4 Juli 2025 — Tim investigasi dari Perkumpulan Elang Nusantara telah melakukan peninjauan langsung ke sejumlah titik pelaksanaan Proyek Optimasi Lahan (OPLAH) tahun 2024 yang berlokasi di Kabupaten Muaro Jambi. Proyek ini dilaksanakan oleh CV. Auchy Wijaya dengan nilai kontrak sebesar Rp5.791.400.000, dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan Satuan Kerja Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Provinsi Jambi.
Berdasarkan observasi awal di lapangan dan informasi yang dihimpun dari kelompok tani penerima manfaat, terdapat indikasi bahwa sebagian pekerjaan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Di lokasi Kelompok Tani “Kerja Sama” Desa Pemunduran, Kecamatan Kumpeh Ulu, ditemukan bahwa saluran air tidak dikerjakan, serta pintu air belum selesai dibangun, meskipun masa kontrak telah berakhir pada Desember 2024.
Ketua Kelompok Tani, sdr. Edi, menyampaikan kepada Tim Analisis bahwa dirinya sempat diminta untuk menandatangani dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST) pada saat kondisi fisik pekerjaan belum sepenuhnya selesai. Pada bulan April 2025, ia kembali diminta untuk ikut serta dalam penandatanganan surat pernyataan bersama antara kelompok tani, pihak kontraktor, dan dinas terkait, yang menyatakan bahwa kekurangan pekerjaan akan diselesaikan dalam masa pemeliharaan selama 6 bulan.
Surat tersebut turut ditandatangani oleh beberapa pihak, antara lain:
1. JML (perwakilan DTPH Provinsi Jambi)
2. WA (perwakilan DTPH Provinsi Jambi)
3. RM (perwakilan DTPH Kabupaten Muaro Jambi)
4. MAN (perwakilan CV. Auchy Wijaya), yang diketahui menandatangani dokumen pada lembar bermaterai yang terpasang secara tidak sesuai standar administratif (terbalik).
Dalam menyikapi persoalan ini Tim Analisis dari Lembaga Perkumpulan Elang Nusantara mengutip pernyataan dari, Dr. Ir. Andi Amran Sulaiman, M.P., yang juga Mantan Menteri Pertanian RI (2014–2019), yang pernah menyampaikan pandangan akademis sebagai berikut:
“Program Optimasi Lahan semestinya menjadi solusi nyata bagi petani dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani. Namun jika pelaksanaannya dilakukan tidak sesuai rencana teknis, atau masyarakat diminta membenarkan kondisi pekerjaan yang belum selesai, maka hal ini bisa mencederai prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan merugikan tujuan besar ketahanan pangan nasional. Negara harus hadir dan tegas dalam mengevaluasi setiap penyimpangan.”
Dalam konteks hukum dan regulasi pengadaan, terdapat sejumlah ketentuan yang relevan untuk dijadikan acuandalam menilai proses pelaksanaan proyek ini:
1. Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah:
• Pasal 78 ayat (1): Penyedia wajib menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak.
• Pasal 78 ayat (4): Masa pemeliharaan tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan utama yang belum dilaksanakan.
2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
• Pasal 3 dan 10: Anggaran negara wajib digunakan secara efisien dan akuntabel.
3. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
• Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang dapat menimbulkan kerugian negara.
4. KUHP Pasal 263–264
• Mengenai pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen yang tidak sesuai kondisi faktual.
Berdasarkan informasi lapangan dan keterangan para pihak, terdapat sejumlah indikasi yang patut untuk dikaji lebih lanjut oleh pihak berwenang:
• Pekerjaan fisik tidak selesai hingga batas waktu kontrak berakhir.
• Saluran air dan pintu air tidak dibangun sesuai rencana awal.
• Kelompok tani diminta menandatangani dokumen serah terima dalam kondisi pekerjaan belum selesai.
• Surat pernyataan lanjutan digunakan untuk menjanjikan penyelesaian dalam masa pemeliharaan, yang secara prinsip hukum pengadaan tidak dibenarkan.
• Proses penandatanganan dokumen dilakukan dengan kelalaian administratif, termasuk penggunaan materai yang tidak sesuai prosedur.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap transparansi dan efektivitas penggunaan anggaran negara, Tim Analisis dari Lembaga Perkumpulan Elang Nusantara menyampaikan beberapa rekomendasi:
• Inspektorat Provinsi Jambi diminta untuk melakukan audit teknis dan keuangan terhadap proyek OPLAH 2024 ini.
• Aparat penegak hukum diharapkan membuka ruang penyelidikan apabila ditemukan indikasi kerugian keuangan negara atau pelanggaran administratif.
• Kementerian Pertanian RI diharapkan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program OPLAH di Provinsi Jambi.
• Dokumen kontrak dan laporan pelaksanaan proyek perlu dibuka ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban penggunaan anggaran negara.
Program OPLAH merupakan bagian dari strategi besar negara dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Oleh karena itu, setiap bentuk dugaan ketidaksesuaian pelaksanaan proyek perlu ditindaklanjuti secara serius dan transparan. Laporan ini disusun semata-mata untuk mendorong evaluasi objektif dan penguatan akuntabilitas dalam pengelolaan program publik di daerah.
Bersambung…