Jambi – Investigasi tim elang menemukan sebuah gudang mencurigakan yang diduga menyimpan dan memproses limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) berupa oli bekas di kawasan Jalan Baru, tepatnya di perbatasan antara Kelurahan Payo Selincah dan Desa Kasang Kumpeh. Aktivitas berbahaya ini diduga telah berlangsung selama berbulan-bulan tanpa pengawasan otoritas lingkungan, dengan potensi pencemaran lingkungan yang serius.
Dari pantauan langsung di lokasi, terlihat puluhan drum oli bekas dalam kondisi berkarat, peralatan sederhana, serta area terbuka yang menunjukkan indikasi kuat terjadinya pembuangan limbah langsung ke tanah. Tidak terlihat adanya fasilitas pengelolaan limbah sesuai standar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), maupun informasi legalitas berupa papan nama usaha atau izin lingkungan yang dipajang secara terbuka.
Saat ditelusuri lebih jauh, nama David mencuat sebagai pemilik gudang tersebut. Dalam konfirmasi kepada tim media, David membenarkan bahwa ia adalah pemilik lokasi itu. Ia menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan hanya sebatas “pengumpulan” oli bekas, bukan pengelolaan. David mengklaim bahwa oli tersebut dikirim sebagian ke Jakarta dan sebagian lagi ke wilayah Bayung untuk keperluan pembakaran.
“Iya benar, kenapa ya Pak? Kita izin pengumpulan aja. Sebagian ada yang ngambil untuk pembakaran di Bayung,” ujar David melalui pesan WhatsApp.
Menariknya, ketika diminta menunjukkan izin resmi, David tidak memberikan dokumen legal dari KLHK atau Dinas Lingkungan Hidup (DLH), melainkan mengirimkan profil perusahaan PT. PRIMANRU JAYAsebagai bentuk acuan legalitas aktivitasnya.
“Bisa ada pelajari ya, semua di situ jelas,” lanjut David.
David berdalih bahwa profil perusahaan tersebut cukup membuktikan bahwa aktivitasnya legal karena hanya melakukan pengumpulan limbah, bukan pengelolaan. Namun, dari hasil penelusuran tim media, profil perusahaan bukanlah bukti sah perizinan pengumpulan atau pengangkutan limbah B3. Aktivitas seperti ini tetap wajib memiliki izin resmi dari pemerintah pusat (KLHK) dan daerah (DLH), termasuk Nomor Induk Berusaha (NIB) dengan risiko tinggi, serta persetujuan teknis dan dokumen lingkungan.
Ciri Gudang Ilegal Limbah B3 Terpenuhi
Berdasarkan temuan di lapangan, gudang milik David diduga kuat memenuhi beberapa indikator sebagai fasilitas ilegal pengelolaan limbah B3, antara lain:
1. Tidak memiliki izin resmi pengumpulan, pengangkutan, atau pengelolaan limbah B3 dari KLHK.
2. Tidak mengikuti standar teknis penyimpanan limbah: tidak ada alat pelindung, tidak ada sistem penampungan, dan tidak ada pengamanan terhadap tumpahan.
3. Beroperasi di area yang tersembunyi dan bukan kawasan industri.
4. Tercium bau menyengat dan ditemukan indikasi pencemaran tanah.
5. Terdapat dugaan pembuangan dan/atau pembakaran ilegal limbah.
Aktivitas semacam ini melanggar ketentuan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 104, yang menyatakan:
“Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.”
Dampak Serius bagi Lingkungan dan Masyarakat
Limbah B3 seperti oli bekas mengandung logam berat dan senyawa kimia berbahaya yang bila tidak ditangani sesuai SOP dapat mencemari tanah, air tanah, serta membahayakan kesehatan manusia dan hewan. Pencemaran ini bisa berdampak jangka panjang terhadap ekosistem dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan tegas dari pemerintah daerah terhadap keberadaan gudang tersebut. Namun informasi dari sumber internal menyebutkan bahwa pihak DLH dan aparat penegak hukum mulai melakukan pendataan dan pelacakan izin usaha serta kemungkinan penyegelan lokasi untuk kebutuhan penyelidikan lebih lanjut.
Panggilan Serius untuk Penegakan Hukum
Tim media mendesak pihak terkait – termasuk DLH Kota Jambi, KLHK, dan aparat kepolisian – untuk bertindak cepat, tegas, dan profesional. Penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan tidak boleh tumpul ke atas, apalagi jika pelaku menyalahgunakan badan hukum sebagai tameng pelanggaran.
Jika terbukti tidak memiliki izin dan melakukan pencemaran, pemilik gudang dapat dijerat sanksi pidana dan perdata, termasuk gugatan lingkungan oleh masyarakat terdampak.
Sebagai media yang menjunjung tinggi etika jurnalistik dan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, kami membuka ruang seluas-luasnya untuk hak jawab dari pihak-pihak terkait, termasuk David dan PT. PRIMANRU JAYA, guna menjaga keseimbangan pemberitaan.
Investigasi lanjutan masih terus dilakukan untuk menggali fakta dan memastikan informasi yang disampaikan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan di hadapan publik.
(Tim Investigasi)