Jambi, 5 Desember 2025 – elangnusantara.com – Generasi Sosial Peduli Indonesia (GSPI) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi dan Bangka Belitung, Jumat (05/12/2025). Aksi ini merupakan bentuk protes keras terhadap dugaan praktik korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan ketertutupan anggaran dalam mega proyek pembangunan Museum Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Candi Muaro Jambi yang bersumber dari APBN 2024 dengan nilai ratusan miliar rupiah.
Dalam aksinya, GSPI menegaskan bahwa proyek sebesar ini tidak boleh dibiarkan menjadi ruang gelap yang rawan kongkalikong, terlebih berada di kawasan situs sejarah terbesar di Asia Tenggara yang memuat jejak peradaban tua Nusantara. Transparansi, integritas, dan akuntabilitas harus menjadi fondasi utama, bukan justru menjadi pertanyaan publik.
GSPI menilai terdapat sejumlah indikasi kejanggalan dalam proses pembangunan museum, mulai dari pengelolaan proyek, mekanisme pengawasan, hingga dugaan keterlibatan internal Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V sebagai pihak penanggung jawab teknis.
Sejumlah temuan lapangan yang disampaikan GSPI meskipun masih perlu diselidiki melalui jalur hukum menunjukkan potensi penyimpangan yang dapat menyebabkan kerugian negara dalam skala besar.
Bagi GSPI, diam berarti membiarkan uang rakyat diselewengkan dan membiarkan warisan budaya diperdagangkan dalam permainan proyek.
Tuntutan GSPI Muaro Jambi
1. KPK RI Diminta Turun ke Jambi
GSPI menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi segera membuka penyelidikan formal terhadap dugaan korupsi mega proyek Museum KCBN Candi Muaro Jambi.
2. Audit Investigatif oleh Kemendikbud Ristek
Kementerian diminta melakukan audit menyeluruh, terutama terkait peran dan integritas Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V dalam mengelola anggaran besar ini.
3. Audit Total Seluruh Proyek di Kawasan KCBN
Bukan hanya museum, tapi semua proyek yang berlangsung di kawasan Candi Muaro Jambi harus dibuka kembali, diaudit, dan dievaluasi.
4. Keterbukaan Anggaran untuk Publik
GSPI menuntut dibukanya seluruh dokumen perencanaan, realisasi anggaran, progres pekerjaan, serta laporan penggunaan APBN agar masyarakat dapat melakukan kontrol langsung.
Dalam pernyataannya, GSPI menegaskan bahwa aksi ini tidak ditujukan untuk menyerang individu, kepala balai, atau institusi pemerintah mana pun. Aksi ini adalah bentuk kontrol sosial yang sah dan dilindungi undang-undang dalam rangka mengawasi penggunaan uang negara.
Koordinator Aksi GSPI, Dandi Bratanata dalam orasinya di depan kantor BPK Wilayah V, menyampaikan
“Uang Rakyat Bukan Barang Dagangan. Jika dugaan penyimpangan ini benar, berarti uang negara dirampok, masyarakat dikhianati, dan nilai sejarah bangsa dipermainkan. Ini tidak boleh dibiarkan. KPK harus turun sekarang, bukan nanti.”
Ia juga menyoroti peran BPK Wilayah V sebagai institusi yang seharusnya menjaga integritas pengelolaan warisan budaya bangsa
“Tidak ada institusi yang kebal kritik. Tidak ada pejabat yang kebal pengawasan. Kami hadir untuk memastikan uang rakyat tidak menjadi bancakan.”
Dandi menambahkan bahwa selama pemerintah tidak membuka dokumen anggaran dan tidak ada audit investigatif, GSPI akan terus melakukan aksi-aksi lanjutan.
“Warisan Budaya Tidak Boleh Jadi “Proyek Gelap”, tegasnya.
GSPI mengingatkan bahwa Candi Muaro Jambi bukan sekadar situs wisata, melainkan pusat pembelajaran peradaban Nusantara. Jika proyek pembangunan museum di situs sebesar ini dijalankan tanpa akuntabilitas, maka bukan hanya uang negara yang rugi, tetapi jati diri bangsa terancam.
Aksi ini menjadi sinyal bagi pemerintah masyarakat semakin sadar, semakin berani, dan tidak lagi mau dibuai dengan proyek raksasa tanpa transparansi.
GSPI berkomitmen untuk terus memperjuangkan pengawasan terhadap anggaran negara, terutama proyek-proyek yang menyangkut kepentingan publik dan warisan budaya.
Mereka menegaskan bahwa:
• Gerakan ini akan berlanjut.
• Tekanan publik akan meningkat.
• Transparansi bukan permintaan tetapi kewajiban.
GSPI Muaro Jambi menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, mahasiswa, dan aktivis anti-korupsi untuk ikut serta mengawal kasus ini, demi memastikan uang rakyat tidak dikorupsi dan kebudayaan bangsa tidak dijadikan alat bisnis terselubung.











