Jambi, 26 November 2025 – Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah merupakan instrumen negara yang bertujuan memastikan akses pendidikan tinggi bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Program ini dirancang untuk memperkecil kesenjangan sosial sekaligus meningkatkan jumlah lulusan perguruan tinggi dari kelompok prasejahtera.
Pada tahun 2025, UIN Sulthan Thaha Saifuddin (STS) Jambi mendapatkan alokasi KIP Kuliah cukup besar, yaitu sebanyak *400 kuota*. Dengan jumlah tersebut, publik berharap proses seleksi dapat dilaksanakan secara objektif, transparan, dan sesuai aturan agar bantuan tepat sasaran.
Namun belakangan, proses penerimaan KIP Kuliah di kampus tersebut menjadi bahan pembicaraan hangat di kalangan mahasiswa. Sejumlah pihak mempertanyakan dugaan tidak dilakukannya *verifikasi faktual*, yakni pengecekan langsung ke lapangan untuk memastikan kebenaran data ekonomi calon penerima.
Verifikasi lapangan merupakan salah satu komponen penting untuk meminimalisasi penyimpangan. Ketiadaan verifikasi dianggap membuka peluang ketidaktepatan sasaran, apalagi diketahui bahwa verifikasi berkas dan pengumuman kelulusan berlangsung dalam bulan yang sama, yaitu September 2025. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai kelayakan proses verifikasi.
Bojes, demisioner Komisi I Senat Mahasiswa Universitas UIN STS Jambi, menyampaikan bahwa terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penerimaan tahun ini.
> “Salah satunya adalah verifikasi faktual. Penerima KIP ini banyak yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Tidak menjadi masalah apabila ada titipan, asalkan yang dititip memang benar-benar tidak mampu,” ujarnya.
Pernyataan tersebut menguatkan kecurigaan bahwa sebagian penerima mungkin tidak sesuai dengan standar ekonomi yang ditetapkan dalam pedoman KIP Kuliah.
Seorang *mahasiswa yang turut mengamati proses seleksi*, namun meminta *namanya tidak disebutkan* demi alasan keamanan, juga menyampaikan adanya ketidakwajaran dalam mekanisme penerimaan.
> “Setahu saya tidak ada tim yang turun ke lapangan. Semua seperti ditentukan dari berkas saja. Kami jadi bertanya-tanya apakah data itu benar-benar diverifikasi,”
> ujarnya kepada media ini, *meminta identitasnya dirahasiakan*
Menurut narasumber tersebut, beberapa mahasiswa yang diduga berasal dari keluarga mampu justru lolos, sementara mereka yang diketahui berhak tidak mendapatkan bantuan.
Isu efisiensi anggaran sempat disebut sebagai alasan tidak dilakukan verifikasi faktual. Namun hal ini justru memunculkan pertanyaan baru.
Dalam keterangan resmi Kementerian Keuangan, program beasiswa pendidikan pada umumnya *tidak termasuk anggaran yang terdampak efisiensi*. Dengan demikian, alasan efisiensi anggaran dianggap tidak relevan untuk meniadakan verifikasi lapangan, mengingat verifikasi faktual merupakan aspek krusial agar seleksi tepat sasaran.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada informasi maupun laporan dari mahasiswa maupun masyarakat mengenai adanya tim kampus yang turun langsung ke lapangan melakukan observasi kondisi ekonomi calon penerima.
Ketiadaan verifikasi faktual mengundang kekhawatiran bahwa penetapan penerima KIP Kuliah **hanya berdasarkan kelengkapan administrasi**, yang dalam banyak kasus tidak selalu mencerminkan kondisi ekonomi sebenarnya.
Dugaan tidak dilakukannya verifikasi faktual dapat berdampak pada ketidaktepatan sasaran, bertentangan dengan prinsip dasar KIP Kuliah yang menekankan aspek pemerataan dan keadilan.
Jika ditemukan ketidaksesuaian atau adanya indikasi manipulasi data penerima, maka diperlukan evaluasi mendalam terhadap mekanisme seleksi di tingkat fakultas maupun universitas.
Sejumlah mahasiswa meminta pihak kampus untuk memberikan klarifikasi resmi terkait mekanisme verifikasi penerima KIP tahun 2025. Transparansi dinilai penting untuk memulihkan kepercayaan publik sekaligus memastikan bahwa penyaluran program beasiswa negara dilakukan secara akuntabel.
Mahasiswa menilai bahwa apabila benar terjadi kelalaian, penyimpangan, atau pengabaian prosedur, maka kampus harus mengambil langkah tegas dan melakukan reformasi mekanisme seleksi agar KIP Kuliah diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak.











