Menu

Mode Gelap
Komunitas, Mahasiswa dan Masyarakat Jambi Gelar Aksi Solidaritas untuk Korban Bencana di Aceh, Sumut dan Sumbar GSPI Soroti Dugaan Korupsi Mega Proyek Museum Candi Muaro Jambi: Desak KPK Turun Tangan, Soroti Peran Kepala Balai PWDPI Jambi Dorong Pembentukan Badan Pembinaan Tata Kelola Sumur Rakyat Pasca Terbitnya Permen ESDM 14/2025 Limbah PLTU Timbun Jalan Warga, PT PPE Disetop Paksa: Masyarakat Tuntut Investigasi dan Pemulihan Lingkungan Ketua PWDPI dan Masyarakat Jambi Apresiasi Kebijakan Permen ESDM 14/2025 Wujud Keberpihakan Negara Pada Masyarakat Ada Apa di Balik Penyaluran KIP Kuliah UIN STS Jambi? Mahasiswa Mengkritik!

Jambi

Manajer SPBU 24.373.50 Diduga Perintahkan Pungut Setoran KR, Langgar UU Migas dan Ketenagakerjaan

badge-check


					Screenshot Perbesar

Screenshot

Sarolangun, 30 Oktober 2025 – elangnusantara.com — Dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Tim redaksi elangnusantara.com menerima laporan dan rekaman video yang memperlihatkan adanya aktivitas mencurigakan di SPBU 24.373.50, yang diduga kuat menjadi sarang praktik penyimpangan distribusi BBM subsidi jenis Pertalite.

Dalam rekaman yang diterima redaksi, terlihat adanya kegiatan setoran terselubung setiap kali pembelian BBM subsidi dilakukan. Dari hasil penelusuran, ditemukan pula catatan internal berisi daftar puluhan kendaraan yang diduga merupakan armada pelangsir, lengkap dengan nomor polisi, jumlah pembelian, hingga nilai setoran administratif dalam setiap transaksi.

Lebih mengkhawatirkan, salah satu sumber terpercaya dari internal SPBU tersebut mengungkapkan bahwa praktik ini bukan hal baru. Ia menyebut sistem “setoran KR” (kode untuk uang sogokan) dilakukan atas perintah langsung dari manajer SPBU.

“Kami disuruh oleh manajer untuk meminta setoran KR dari pelangsir. Kalau tidak, kami dimarahi dan diancam dikeluarkan. Pelangsir itu bebas isi BBM asal sudah setor uang KR ke kami,” ujar sumber tersebut yang meminta identitasnya dirahasiakan karena takut akan ancaman balasan.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun, setiap operator diwajibkan membuat catatan manual berisi nama pelangsir, plat kendaraan, volume pembelian, dan jumlah setoran KR. Data tersebut kemudian diserahkan kepada manajer setiap pergantian shift. Sistem ini menjadikan praktik ilegal tersebut berlangsung terstruktur dan sistematis, dengan keuntungan mengalir secara vertikal ke pihak manajemen.

Selain merugikan negara, sistem “setoran KR” ini juga menekan para pekerja di lapangan. Mereka bekerja dalam tekanan dan ancaman pemecatan jika menolak perintah yang jelas-jelas melanggar hukum.

Berdasarkan hasil investigasi lapangan, modus yang digunakan antara lain:

1. Pendataan kendaraan pelangsir yang rutin membeli BBM bersubsidi.

2. Pungutan “setoran KR” agar pelangsir dapat mengisi BBM tanpa hambatan.

3. Perintah langsung dari manajer SPBU kepada operator untuk menjalankan sistem setoran tersebut.

4. Penyerahan hasil setoran kepada manajer setiap pergantian shift.

5. Penjualan BBM subsidi kepada kendaraan yang tidak berhak, menyebabkan kelangkaan BBM bagi masyarakat umum.

Temuan ini menunjukkan adanya sindikat internal di bawah kendali pimpinan SPBU yang bekerja rapi dan telah berlangsung lama.

Tindakan manajemen SPBU 24.737.50 jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya Pasal 55 yang menyatakan bahwa setiap penyalahgunaan niaga BBM subsidi dapat dipidana hingga enam tahun penjara dan denda maksimal Rp60 miliar.

Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 menegaskan bahwa BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat berhak seperti nelayan, petani, dan transportasi umum. Penyaluran kepada pelangsir atau kendaraan pribadi adalah bentuk pelanggaran terang-terangan terhadap kebijakan subsidi pemerintah.

Dari sisi ketenagakerjaan, tindakan ancaman terhadap operator juga melanggar Pasal 153 ayat (1) huruf (g) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang melarang pemecatan karena pekerja menolak perintah yang bertentangan dengan hukum.

Kasus ini menyoroti lemahnya fungsi pengawasan dari Hiswana Migas Jambi, organisasi yang menaungi para pengusaha SPBU di daerah. Hingga kini, belum ada tindakan nyata, audit lapangan, atau pernyataan resmi dari lembaga tersebut terkait dugaan pelanggaran di Sarolangun.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa Hiswana Migas gagal menjalankan peran moral dan profesionalnya dalam memastikan praktik bisnis energi yang bersih dan transparan. Lembaga yang semestinya menjadi garda etika industri, justru terkesan diam di tengah maraknya dugaan penyimpangan distribusi BBM di lapangan.

Meski Ketua DPRD Provinsi Jambi, Muhammad Hafiz Fattah, telah mendorong pembentukan Satgas Khusus BBM Subsidibersama Pertamina, Kepolisian, dan Dinas Perhubungan, nyatanya SPBU yang bermasalah tetap beroperasi normal.

Ketiadaan langkah hukum konkret menimbulkan dugaan adanya pembiaran struktural. Aparat tampak hanya menindak pelaku kecil seperti operator, sementara pihak manajemen yang mengendalikan praktik ini seolah kebal hukum. Padahal, kebocoran BBM subsidi dalam jumlah besar jelas merugikan negara dan rakyat kecil yang berhak mendapatkannya.

Redaksi elangnusantara.com menilai, skandal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kami merekomendasikan:

1. Pertamina Regional Sumbagsel segera melakukan audit forensik dan penghentian sementara distribusi BBM subsidi ke SPBU 24.737.50 Sarolangun.

2. Hiswana Migas Jambi memanggil dan memeriksa manajer SPBU terkait, serta mempublikasikan hasil investigasi.

3. Polda Jambi dan Polres Sarolangun membentuk Tim Investigasi Khusus untuk mengusut dugaan pemerasan pekerja dan penyalahgunaan BBM subsidi.

4. Kementerian ESDM dan BPH Migas melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh SPBU di Jambi yang terindikasi bermasalah.

5. Dinas Tenaga Kerja Sarolangun memeriksa pelanggaran hak pekerja akibat perintah ilegal dan ancaman pemecatan.

6. Pemerintah Provinsi Jambi dan DPRD menyusun regulasi pengawasan energi daerah agar praktik kolusi dan korupsi subsidi tak berulang.

Kasus dugaan permainan BBM subsidi di SPBU 24.373.50 Sarolangun adalah potret buram tata kelola energi bersubsidi di daerah. Ancaman terhadap pekerja, pungutan liar terhadap pelangsir, serta lemahnya pengawasan lembaga resmi menunjukkan betapa rapuhnya sistem pengendalian di lapangan.

Negara harus hadir — bukan dengan seremonial, tetapi dengan tindakan hukum yang nyata.

Jika Pertamina, Hiswana Migas, dan aparat penegak hukum terus bungkam, maka kebocoran subsidi ini akan terus menjadi ladang korupsi yang menggerogoti hak rakyat kecil atas energi murah.

Redaksi elangnusantara.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Komunitas, Mahasiswa dan Masyarakat Jambi Gelar Aksi Solidaritas untuk Korban Bencana di Aceh, Sumut dan Sumbar

5 Desember 2025 - 14:22 WIB

GSPI Soroti Dugaan Korupsi Mega Proyek Museum Candi Muaro Jambi: Desak KPK Turun Tangan, Soroti Peran Kepala Balai

5 Desember 2025 - 13:01 WIB

Limbah PLTU Timbun Jalan Warga, PT PPE Disetop Paksa: Masyarakat Tuntut Investigasi dan Pemulihan Lingkungan

27 November 2025 - 06:54 WIB

Ketua PWDPI dan Masyarakat Jambi Apresiasi Kebijakan Permen ESDM 14/2025 Wujud Keberpihakan Negara Pada Masyarakat

26 November 2025 - 16:52 WIB

Ada Apa di Balik Penyaluran KIP Kuliah UIN STS Jambi? Mahasiswa Mengkritik!

26 November 2025 - 15:52 WIB

Trending di Jambi

https://chimbaviajes.com/