elangnusantara.com 22 Agustus 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan komitmennya dalam mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto memberantas praktik korupsi di sektor pertambangan. Lembaga antirasuah itu menilai, praktik korupsi di sektor strategis tersebut sudah terjadi secara sistemik dan menjadi salah satu fokus utama, baik dari sisi penindakan maupun pencegahan.
Sebelumnya, dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di Jakarta, Jumat (15/8/2025), Presiden Prabowo menyoroti laporan mengenai 1.068 tambang ilegal yang berpotensi menimbulkan kerugian negara sedikitnya Rp 300 triliun. Presiden berkomitmen akan menindak tegas praktik tersebut, termasuk jika ada pihak besar yang menjadi pelindung di balik aktivitas ilegal itu.
Menjawab sorotan tersebut, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut berbagai modus korupsi di sektor tambang kerap terjadi dari hulu hingga hilir. Mulai dari suap dalam proses perizinan, pengondisian pengadaan barang dan jasa, hingga manipulasi hasil penjualan tambang. Menurutnya, kebocoran penerimaan negara tidak hanya terjadi pada satu tahap, melainkan sebuah rantai panjang yang saling berkaitan.
“Upaya pemberantasan korupsi di sektor SDA tidak hanya soal kerugian ekonomi negara, tetapi juga menyangkut degradasi lingkungan yang langsung dirasakan masyarakat,” ujar Budi, Selasa (19/8/2025).
KPK menilai momentum politik dari Presiden Prabowo harus diterjemahkan dalam langkah nyata bersama eksekutif dan aparat penegak hukum. Sinergi itu diharapkan mampu memperbaiki tata kelola SDA demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat konstitusi.
Saat ini, KPK juga tengah menyelidiki dugaan korupsi di sektor pertambangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu. Meski begitu, ia menegaskan kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan sehingga belum dapat diungkap detail mengenai konstruksi perkara maupun pihak-pihak yang terlibat.
Bahkan, KPK turut memanggil mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif untuk dimintai keterangan. Namun, belum dipastikan apakah pemeriksaan tersebut terkait kasus tambang di Lombok atau daerah lain, karena Tasrif hanya menyebut dimintai keterangan soal pengelolaan mineral di wilayah Indonesia timur.
Lebih jauh, Kepala Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, menyinggung adanya faktor utama yang membuat tambang ilegal marak, yakni praktik beking atau perlindungan dari pihak berpengaruh. Hal ini, menurutnya, merupakan manifestasi dari masalah lebih besar: state capture atau pembajakan negara.
“Ketidakpatuhan pelaku tambang sering dibiarkan tanpa penindakan tegas karena adanya intervensi nonteknis, seperti beking atau perlindungan orang besar. Bahkan terkadang saling menikmati,” ungkap Dian.
Ia mencontohkan kasus di Kalimantan Barat yang melibatkan warga negara asing, namun dilepaskan di pengadilan. Sementara di Papua, terdapat informasi bahwa lingkaran tambang dikuasai oleh figur kuat, bahkan calon kepala daerah petahana. Dian juga mengaku pernah ditekan langsung oleh oknum Direktorat Jenderal AHU Kementerian Hukum yang melobi agar data perusahaan yang sudah dikunci KPK bisa dibuka kembali.